Rabu, 13 Januari 2016

Persepsi dalam Komunikasi


  
1.   PENGERTIAN PERSEPSI
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Seperti yang dikatakan oleh David Krech:
(Peta kognitif individu itu bukanlah penyajian potografik dari suatu kenyataan fisik, melainkan agak bersifat konstruksi pribadi yang kurang sempurna mengenai objek tertentu, diseleksi sesuai dengan kepentingan utamanya dan dipahami menurut kebiasaannya. Setiap pemahaman (perceiver) adalah pada tingkat tertentu bukanlah seniman yang representative, karena lukisan gambar tentang kenyataan itu hanya menyatakan pandangan dan realitas inividunya)
Secara ringkas pendapat Krench tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataanya.
Menurut Duncan, Persepsi itu dapat dirumuskan dengan berbagai cara, tetapi dalam ilmu perilaku khususnya psikologi. Istilah ini digunakan untuk mengaitkan perbuatan yang lebih dari sekedar mendengarkan, melihat, atau merasakan sesuatu. Menurut Guru besar University of Alabama ini, persepsi yang signifikan ialah jika diperluas di luar jangkauan lima indera, dan merupakan suatu unsur yang penting di dalam penyesuaian perilaku manusia.
Menurut Luthans, persepsi itu adalah lebih kompleks dan luas kalau dibandingkan dengan penginderaan.  Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan, dan penafsiran. Walaupun persepsi sangay tergantung pada penginderaan data, proses kognitif barangkali bisa menyaring, menyederhanakan, atau mengubah secara sempurna data tersebut. Satu contoh, cobalah lihat suatu objek yang diam tidak bergerak seperti rumah atau patung. Lihatlah objek tersebut dari satu sisi, kemudian putarlah pelan-pelan pandangan ke sisi lain, maka yang nampak seakan-akan objek tersebut bergerak. Contoh ini menunjukkan bahwa seseorang memahami (perceive) objek tersebut diam tidak bergerak. Tetapi penginderaannya mengatakan bahwa objek tersebut bergerak. Dengan demikian prose persepsi akan dapat mengatasi proses penginderaan. Dengan kata lain, proses persepsi dapat menambah dan mengurangi kejadian senyatanya yang diinderakan oleh seseorang.
Perbedaan antara persepsi dan penginderaan itu menurut Luthans selanjutnya dikatakan contoh-contohnya sebagai berikut:
1.     Bagian pembelian membeli peralatan yang diperkirakan menurutnya adalah peralatan yang terbaik, tetapi para insinyur menyatakan bahwa peralatan tersebut bukanlah peralatan yang terbaik.
2.     Seorang bawahan menjawab suatu pernyataan berdasar apa yang ia dengar dari atasannya, bukan apa yang senyatanya dikatakan atasannya.
3.     Pekerja yang sama mungkin dilihat oleh suatu pengawas sebagai pekerja yang terbaik, dan oleh pengawas yang lain dikatakan yang terjelek.
4.   Dagangan rambut palsi (wig)  dinilai oleh penjual mempunyai nilai kualitas yang tinggi, tetapi pembeli mengatakan mempunyai kualitas yang rendah.
5.     Seorang manajer laki-laki dari suatu perusahaan besar merasakan bahwa wanita mempunya kesempatan yang sama untuk menempati jabatan pimpinan, teteapi asisten manajer kepegawaian putri merasakan tidak ada jalan baginya untuk bisa mendobrak suatu jaringan kepemimpinan tingkat atas.
6.    Kepala insinyur yang melakukan tur inspeksi ke suatu pabrik selama seminggu dalam kereta lisrik merasaka bahwa di situ adalah tempat kerja yang menyenangkan, tetapi sebaliknya pekerja operator penekan lubang merasakan bahwa tempat itu setingkat dengan penjara.
Contoh-contoh ini merupakan sebagian dari ribuan kejadian setiap harinya yang menunjukkan persepsi memainkan peranan yang pelik dalam kehidupan organisasi.
Adapun penginderaan itu, cara kebiasaan yang bisa dipergunakan untuk mengenalnya antara lain dengan dua aspek berikut ini:
1.      Aspek penginderaan yang mempunyai kesamaan antara satu orang dengan lainnya disebut kenyataan. Kejadian tertabraknya mobil dengan truk di jalan raya disaksikan banyak orang sebagai kenyataan, walaupun kemungkinan mereka tidak setuju satu sama lain mengenai sebab-sebab terjadinya kecelakaan.
2.      Penginderaan tersusun dalam cara yang unik bagi kita. Aspek proses persepsi ini tergantung pada mekanisme biologis, pengalaman masa lalu, dan perkiraan masa sekaranag. Kesemuanya ini berasal dari kebutuhan-kebutuhan kita sendiri, pengalaman, nilai-nilai dan perasaan.
   2.   SUBPROSES DALAM PERSEPSI
Ada beberapa subroses dalam persepsi ini, dan yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang sangat komplek dan interaktif. Subproses pertama yang dianggap penting ialah stimulus, atau situasi yang hadir.  Mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan suatu situasi atau suatu stimulus. Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa stimulus penginderaan dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkungan sosiokultur dan fisik yang menyeluruh. Suatu contoh seorang pegawai yang dihadapkan pada suatu situasi mempunyai atasan, atau dihadapkan pada situasi lingkungan organisasi yang bersuasana formal secara keseluruhannya. Baik satu maupu kedua situasi tersebut dapat menjadikan bekerjanya proses persepsi pegawai tadi.
Subproses selanjutnya adalah registrasi, interpretasi, dan umpan balik (feedback). Dalam masa registrasi suatu gejala yang nampak ialah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini seseorang mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim kepadanya. Setelah terdaftarnya semua informasi yang sampai kepada seseorang subproses berikut  yang bekerja ialah interpretasi. Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang amat penting. Proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman (learning), motivasi, dan kepribadian seseorang. Pendalaman, motivasi, dan kepribadian sesoeorang akan berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu, interprestasi terhadap sesuatu informasi yang sama, akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Disinilah letak sumber perbedaan pertama dari persepsi, dan itulah sebabnya mengapa interpretasi merupakan subproses yang penting.
Subproses terakhir adalah umpan balik (feedback). Subproses ini dapat memengaruhi persepsi seseorang. Sebagai contoh, seseorang karyawan yang melaporkan hasil kerjanya kepada atasannya, kemudian mendapat umpan balik dengan melihat raut muka atasannya. Kedua alisnya naik ke atas, bibirnya mengatup rapat, matanya tidak berkedip, dan kemudian terdengar suaranya bergumam seperti mau ditelan sendiri. Feedback semacam ini membentuk persepsi tersendiri bagi karyawan. Bagi atasan tersebut barangkali heran bahwa bawahannya mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, dan diam-diam memujinya. Tetapi persepsi karyawan dia berbuat salah, tidak membawa kepuasan bagi atasannya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan persepsi seseorang, antara lain:
1.      Psikologi
         Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi keadaan Psikologi. Sebagai contoh, terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai baying-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna. Atau suara merdu Grace Simon yang menyanyikan lagu cinta, barangkali tidak menarik dan berkesan bagi seseorang yang sulit mendengar atau tuli.
2.      Famili
         Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, tidak ayal lagi kalau orang tuanya Muhammadiyah akan mempunyai anak-anak yang Muhammadiyah pula. Demikian pula seorang anak dalam kampanye pemilu mendukung PDI, karena orang tuanya tokoh PDI tersebut.
3.      Kebudayaan
         Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai, dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini. Pernah ada suatu penelitian di Amerika Serikat tahun 1974 dilakukan oleh Brunner dan Goodman dalam bidang psikologi sosial. Kedua peneliti ini meminta kepada anak-anak miskin dan kaya untuk menggambar bentuk uang ketengan (coin) 25 sen (a quarter).  Hasilnya menunjukkan bahwa uang ketengan tersebut bagi anak-anak miskin ternyata dilukis lebih besar dibandingkan dengan anak-anak kaya. Jelaslah bahwa uang ketengan assen bagi anak-anak miskin sangat berharga dibandingkan dengan anak-anak kaya. Contoh lain dari pengaruh budaya dan lingkungan masyarakat tertentu ialah: orang-orang Amerika Serikat dengan bebas bisa makan daging babi dan dianggapnya daging babi adalah lezat. Tidaklah demikian bagi orang muslim di Indonesia yang taat tidak akan mau makan daging babi yang lezat tadi untuk selama-lamanya.
   3.   PEMILIHAN PERSEPSI (Perceptual Selectivity)
Banyak dijumpai bahwa seseorang pada setiap saat secara tetap dipengaruhi oleh berbagai stimuli. Di kantor pada setiap hari dihadapkan pada gangguan suara pesawat terbang yang melintasi di atas atap kantornya. Suara gemerisiknya mesin-mesin ketik, suara pegawai yang mengobrol dengan tamunya, suara sepatu karyawan yang berjalan melintasi dari satu meja ke meja lainnya, demikian pula suara sirine mobil kebakaran atau ambulan yang melengking meminta jalan, merupakan sebagian saja dari sekian banyak stimuli yang membantu indera pendengaran bekerja. Banyak ratusan stimuli lainnya bisa mempengaruhi indera-indera lainnya, ditambah dengan pengaruh situasi lingkungan secara keseluruhan. Dengan semua stimuli yang melanda semua orang-orang itu, maka mereka memerlukan menyeleksi semuanya itu sehingga diperoleh suatu stimuli yang tepat pada waktu yang telah ditentukan. Bagaimana dan mengapa mereka harus menyelidiki semua stimuli tersebut, jawabannya akan dapat diperoleh pada prinsip-prinsip pemilihan berikut ini.
Faktor-faktor Perhatian dari Luar
Berbagai macam faktor-faktor perhatian yang berasal dari luar maupun dari dalam dapat mempengaruhi proses seleksi persepsi.
Adapun faktor-faktor dari luar yang terdiri dari pengaruh-pengaruh lingkungan luar antara lain:
1.      Intensitas, prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar pula hal-hal itu dapat dipahami (to be perceived). Suara keras, bau yang tajam, sinar yang terang akan lebih banyak atau mudah diketahui. Pembuat iklan akan menggunakan intensitas untuk memperoleh perhatian para konsumen. Seperti misalnya warna yang menyolok menghiasi gambar-gambar iklan baik dulu ketika TV masih mempunyai ruang niaga, maupun di majalah dan Koran.
Intensitas dipergunakan pula oleh seorang pimpinan dengan bersuara lebih keras agar mampu menarik perhatian yang dipimpin. Seorang guru berteriak dan memukul meja untuk menenangkan murid-muridnya di kelas. Dengan berteriak guru tersebut tidak hanya mempergunakan intensitas suara, melainkan karena dorongan kejiwaan yang suka marah, peka, dan mudah tersinggung. Oleh karena itu, banyak unsur-unsur yang mempengaruhi persepsi itu, banyak variable yang mempengaruhi dan ikut berbicara dalam menentukan persepsi seseorang. Sebagaimana banyak dikatakan oleh teori-teori psikologi, bahwa prinsip persepsi itu tidak berdiri sendirian di dalam rangka menjelaskan perilaku seseorang. Prinsip intensitas ini hanyalah merupakan salah satu faktor kecil dalam proses persepsi, dan merupakan suatu bagian dari proses kognitif, dan seterusnya hanya pula merupakan sebagian yang bisa masuk ke dalam perilaku manusia.
2.      Ukuran, faktor ini sangat dekat dengan prinsip intensitas di atas. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran sesuatu objek, maka semakin mudah untuk bisa diketahui atau dipahami. Misal dalam membaca laporan pimpinan akan memberikan perhatian pada daftar isi atau judul-judul dalam laporan-laporan yang ditulis dengan huruf-huruf besar dan diberi garis bawah.
Bentuk ukuran ini akan mempengaruhi persepsi seseorang, dan dengan melihat bentuk ukuran sesuatu objek orang akan mudah tertarik perhatiannya yang pada gilirannya dapat membentuk persepsinya.
3.      Keberlawanan atau kontras, prinsip keberlawanan ini menyatakan bahwa stimuli luar yang penampilannya berlawanan dengan latar belakangnya atau sekelilingnya atau yang sama sekali di luar sangkaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian. Contohnya, seorang pekerja yang bergulat dengan mesin-mesin pabrik yang suaranya memekakan telinga. Alun suara mesin-mesin pabrik itu dikenal setiap harinya. Maka pada suatu ketika terdapat salah satu mesin yang tidak bekerja, dengan demikian pekerja tadi akan dengan cepat mengetahui ketidaberesan tersebut. Dengan latar belakang suara yang dikenali setiap harinya pekerja terebut mengetahui ada salah satu mesin pabrik yang tidak bekerja. Dari contoh tersebut dapat dimengerti bahwa persepsi seseorang dibentuk dan dipengaruhi oleh faktor di luar diri individu yang menunjukkan adanya keberlawanan objek dengan latar belakang atau sekelilingnya.
4.      Pengulangan (repetition), dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat. Penjelasan dari pernyataan ini seperti yang dikatakan oleh Clifford Morgan¸ bahwa:
(Suatu stimulus yang diulangi mempunyai suatu kesempatan yang lebih baik untuk menangkap kita selama satu periode yakni ketika perhatian kita terhadap tugas pekerjaan memudar. Sebagai tambahan, pengulangan itu akan menambah kepekaan kita atau kewaspadaan terhadap stimulus)
Dengan demikian seorang bawahan ada baiknya kalau mendapat pengarahan lebih dari sekali terhadap tugas-tugas pekerjaan yang sama. Prinsip ini menganjurkan kepada setiap atasan atau pimpinan untuk tidak jemu-jemunya memberikan pengarahan berulang kali, termasuk didalamnyab tugas-tugas yang ringanpun. Kebosanan pegawai barangkali akan timbul ketika mendapat penjelasan yang berulang-ulang dari pimpinannya. Tetapi kebosanan itu akan memudar dengan sendirinya, jika mengetahui itu satu-satunya jalan untuk mendengarkan penjelasan dari atasannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengulangan merupakan daya tarik dari luar tentang sesuatu objek yang bisa mempengaruhi persepsi seseorang.
5.      Gerakan (Moving), prinsip gerakan ini menyatakan bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap objek yang bergerak dalam jangkauan pandangannya dibandingkan dari objek yang diam. Dosen yang mengajar hanya berdiri di mimbar atau hanya duduk dikursi membacakan bahan-bahan kuliahnua barangkali tidak akan menarik mahasiswa. Lain halnya kalau diikuti gerakan baik fisik maupun gerakan materi yang memberikan kesempatan mahasiswa untuk berdiskusi, bertanya dan adu argumentasi. Barangkali model gerakan kuliah dosen ini akan menarik mahasiswanya.
Dari gerakan sesuatu objek yang menarik perhatian seseorang ini akan timbul suatu persepsi. Dengan demikian persepsi ditimbulkan dari proses penarikan sesuatu objek, dan objek yang bergerak akan lebih banyak menarik perhatian seseorang dibandingkan dengan objek yang diam (stationary objects).
6.      Baru dan Familier, prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi eksternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. Objek atau peristiwa baru dalam tatanan yang baru akan menarik perhatian pengamat. Contoh dari prinsip ini misalnya pergantian pekerjaan (job rotation). Dengan mengganti jenis pekerjaan para pekerja dari waktu ke waktu akan dapat mengakibatkan menaikkan perhatian mereka terhadap tugas pekerjaannya. Barangkali pergantian seperti  ini akan membosankan mereka, tetapi akan diperoleh bertambahnya perhatian mereka sehingga mereka terbiasa dengan pekerjaan baru tersebut.
Faktor-faktor dari Dalam (Internal Set Faktors)
Beberapa faktor dari dalam diri seseorang yang mempengaruhi proses seleksi persepsi antara lain: Proses belajar (learning), motivasi, dan kepribadiannya.
1.      Belajar atau Pemahaman learning dan persepsi
Semua faktor dari dalam yang membentuk adanya perhatian kepada sesuatu objek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan dari kekomplekan kejiwaan seperti yang diuraikan dimuka. Kekomplekkan kejiwaan ini selaras dengan proses pemahaman atau belajar (learning) dan motivasi yang dipunyai oleh masing-masing orang.  Seseorang anak muslim yang semenjak kecil telah dipelajari oleh orang tuanya untuk mengenal bahwa daging babi itu haram dimakan, dan anjing itu air liurnya mengandung najis, maka anak tersebut sampai dewasanya akan mempunyai persepsi bahwa kedua binatang itu perlu dijauhi. Persepsi seperti ini dibentuk dari proses pemahaman atau belajar.
2.      Motivasi dan persepsi
Selain proses belajar dapat membentuk persepsi, faktor dari dalamnya yang juga menentukan terjadinya persepsi antara lain motivasi dan kepribadian. Walaupun motivasi dan kepribadian pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari proses belajar, tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting dalam proses pemilihan persepsi. Untuk menjelaskan aspek motivasi dalam hubungannya dengan proses seleksi persepsi tersebut, kiranya motivasi seks dan kelaparan adalah yang paling menonjol. Contohnya suatu masyarakat yang miskin, orang-orang banyak membutuhkan makanan maka setiap pembicaraan, penyebutan, atau juga pembauan mengenai sesuatu jenis makanan akan merangsang perhatian dan minat orang-orang dalam masyarakat tersebut.
Motivasi sekunder juga memainkan peranan yang amat penting di dalam mengembangkan rangkaian persepsi. Seseorang yang haus kekuasaan, butuh afiliasi, dan memerlukan pencapaian hasil akan lebih besar perhatiannya pada variable-variabel situasi yang relevan. Suatu contoh karyawan yang mempunyai kebutuhan afiliasi, mau makan dikantin kantor, dia akan memberikan perhatian pada meja yang akan ditempati banyak orang dibandingkan dengan meja yang hanya ditempati satu karyawan. Walaupun contoh ini sangat sederhana, akan tetapi peristiwa di kantin kantor itu menunjukkan bahwa persepsi mempunyai pengaruh yang besar pada motivasi atau sebaliknya.
3.      Kepribadian dan persepsi
Dalam membentuk persepsi unsur ini amat erat hubungannya dengan proses belajar dan motivasi yang dibicarakan di atas, yang mempunyai akibat tentang apa yang diperhatikan dalam menghadiri suatu situasi. Sekelompok manajer-manajer muda, akan mempunyai persepsi yang berbeda. Leavitt pernah melaporkan hasil penelitiannya bahwa senior eksekutif mempunya masalah yang besar di dalam menghadapi manajer-manajer muda yang menurut persepsinya tidak mau mengindahkan hal-hal yang kecil dalam membuat keputusan-keputusan yang tidak menyenangkan. Manajer-manajer muda seringkali tidak mau menaruh perhatian terhadap disiplin. Manajer-manajer muda yang kepribadiannya jelas berbeda dengan senior eksekutif tersebut, persepsinya terhadap disiplin, pekerjaan-pekerjaan kecil, dan hal-hal lain yang membosankan, akan berbeda pula.
Sudah pasti perbedaan di antara orang-orang tersebut cenderung memperlakukan stereotype berdasarkan umur. Akan tetapi contoh-contoh di atas memberikan penjelasan betapa kepribadian, nilai-nilai, dan juga termasuk umur dapat bekerja memberikan dampak terhadap cara seseorang melakukan persepsi pada lingkungan di sekitarnya.
    4.  ORGANISASI PERSEPSI
Jika situasi berasal dari suatu situasi yang telah diketahui oleh seseorang, maka informasi yang datang tersebut akan mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya.  Hasil pengorganisasian persepsinya mengenai sesuatu informasi dapat berupa pengertian tentang sesuatu objek tersebut. Pengorganisasian persepsi itu meliputi tiga hal berikut ini:
·         Kesamaan dan ketidaksamaan, sesuatu objek yang mempunyai kesamaan dan ketidaksamaan ciri, akan dipersepsi sebagai suatu objek yang berhubungan dan tidak berhubungan.  Artinya objek yang mempunyai ciri yang sama dipersepsi ada hubungannya, sedangkan objek yang mempunyai ciri yang tidak sama adalah terpisah. Sebagai contoh di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan para karyawannya memakai pakaian dinas yang seragam berwarna abu-abu. Para pedagang, leveransir, dan kelompok masyarakat lainnya akan mengenal jika ada orang dengan pakaian dinas abu-abu membeli rokok di toko pedagang tersebut, maka persepsi pedagang toko tersebut pastilah pegawai yang bersangkutan adalah pegawai Depdikbud.
·         Kedekatan dalam ruang, objek atau peristiwa yang dilihat oleh orang karena adanya kedekatan dalam ruang tertentu, akan dengan mudah diartikan sebagai objek atau peristiwa yang ada hubungannya. Seorang laki-laki, seorang wanita dan dua anak berdiri bersama-sama di perhentian bis kota, akan disangka mereka berfamili sedang menunggu bis. Beberapa orang pegawai yang bersama-sama meninggalkan kantornya, akan dikira kepergiannya berhubungan satu sama lain, mereka sepakat untuk membolos. Kejadian ini akan menciptakan beberapa kesan, antaranya merosotnya moral pegawai dan jeleknya pengawasan.
·         Kedekatan dalam waktu, objek atau peristiwa juga dilihat sebagai suatu hal yang mempunyai hubungan karena adanya kedekatan atau kesamaan dalam waktu. Sebagai contoh, jika ada duat atau tiga pemimpin nasional meninggal bersama-sama dalam waktu sangat dekat sekali, maka timbul desas-desus terjadinya persekongkolan. Dua peristiwa yang terjadi berturut-turut sering dilihat sebagai sebab akibat. Jika kemerosotan produksi kemudian diikuti dengan pergantian produksi yang bertanggung jawab, maka akan dilihat pergantian pejabat sebagai akinat merosotnya produksi. Atau yang lebih popular dalam masyarakat ialah digantinya gubernur X, karena adanya kekalahan golongan Y dalam pemilu di daerahnya. Kemudian orang mencari-cari hubungan antara pergantian gubernur dengan kekalahan pemilu golongan Y.
Demikianlah ketiga hal di atas merupakan proses pengorganisasian persepsi. Setiap objek yang diketahui adanya kesamaan dan ketidaksamaan, kedekatan dalam ruang, dan kedekatan dalam waktu, maka akan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga menciptakan suatu persepsi tertentu.
   5.   PERSEPSI SOSIAL
              Aspek-aspek sosial dalam persepsi memainkan peranan yang amat penting dalam perilaku organisasi. Persepsi sosial adalah berhubungan secara langsung dengan bagaimana seorang individu melihat dan memahami orang lain. Karyawan-karyawan suatu Departemen secara tetap akan terlibat dalam proses persepsi ini dalam hal mereka mengenal, melihat, memahami, dan menilai satu sama lainnya. Pimpinan akan melihat dan menilai stafnya. Stafnya melihat dan menilai atasannya. Pengawas menilai yang diawasi. Sebaliknya yang diawasi menilai pula yang mengawasi. Banyak terdapat bermacam-macam faktor yang masuk ke dalam persepsi sosial ini, tetapi faktor utama yang dapat disebutkan ialah faktor psikologi dan kepribadian.
               Proses persepsi sosial ini hanya akan melibatkan orang yang melihat atau menilai (perceiver) dan orang yang dilihat atau dinilai (perceived). Kedua pihak ini mempunyai karakteristik masing-masing, dan karakteristik inilah yang mempengaruhi warna persepsi sosial tersebut. Karakteristik orang-orang yang meniali (perceiver) dapat dikemukakan antara lain:
-          Mengetahui diri sendiri itu akan memudahkan melihat orang lain secara tepat.
-         Karakteristik diri sendiri sepertinya bisa mempengaruhi ketika melihat karakteristik orang lain.
-     Aspek-aspek yang menyenangkan dari orang lain sepertinya mampu dilihat oleh orang-orang yang merasa dirinya berlebihan.
-          Ketepatan menilai orang lain itu tidaklah merupakan kecakapan tunggal.
Empat karakteristik ini mempunyai mempunyai peranan yang besar bagi seseorang dalam melihat orang lain pada situasi lingkungan tertentu. Persepsi seseorang terhadap orang lain tidak bisa dilepaskan dari empat karakteristik ini, sehingga dengan demikian dapat dipahami mengapa seseorang ketika melihat orang lain ukurannya selalu dipulangkan pada dirinya sendiri.
               Adapun karakteristik dari orang-orang yang dilihat atau dinilai (perceived) dalam proses persepsi sosial itu antara lain:
-          Status orang yang dinilai akan mempunyai pengaruh yang besar bagi persepsi orang yang menilai.
-          Orang yang dinilai biasanya ditempatkan dalam kategori-kategori tertentu. Hal ini untuk memudahkan pandangan-pandangan orang yang menilai. Biasanya kategori tersebut terdiri dari kategori status dan peranan.
-          Sifat perangai orang-orang yang dinilai akan memberikan pengaruh yang besar terhadap persepsi orang lain pada dirinya.
               Demikianlah beberapa karakterisitk dalam proses persepsi sosial antara orang yang mempersepsi dan orang yang dipersepsi. Orang-orang dalam suatu organisasi tertentu, karyawan dalam suatu departemen, atau antara orang dan mahasiswa dalam rangka prose persepsi diantara mereka itu akan selalu dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik tersebut. Sebagai contoh apabila manajer atau pimpinan biro suatu departemen merasa puas akan dirinya, merasa gembira dan senang hati, kebetulan orang lain yang datang padanya perawakannya gagah, menarik, simpatik, dan sopan, maka manajer atau pimpinan tadi akan mempunyai persepsi yang positif terhadap orang tersebut. Sebaliknya jika manajer atau pimpinan biro tadi dalam kondisi yang tegang, kalut, dan marah, datang kepadanya seorang tamu yang agak sombong, banyak omong membanggakan prestasi kerjanya, maka persepsi manajer atau pimpinan biro tadi jelas akan negative, perbuatan perilaku yang tidak menyenangkan.
Beberapa hal yang ikut menentukan peranan dalam proses sosial yang menghasilkan suatu perilau, dapat kiranya disebutkan sebagai berikut:
Atribusi (Atribution)
               Secara sederhana atribusi ini diartikan sebagai suatu proses bagaimana seseorang mencari kejelasan sebab-sebab dari perilaku orang lain. Di sini seseorang tadi tidak hanya tertarik mengamati perilaku dalam organisasi saja, melainkan mencari jawab penyebab dari perilaku orang lain yang diamati. Penilaian orang-orang dan reaksinya terhadap perilaku orang lain barangkali banyak dipengaruhi oleh persepsi mereka bahwa orang lain itu bertanggung jawab atas perilakunya. Contoh perbuatan atribusi itu misalnya, ketika produksi naik manajer yang bertanggung jawab atas kenaikan produksi itu akan dinilai tidak cakap kalau penyebab kenaikan karena mesin-mesin yang baru dipasang, bukan karena kecakapannya. Banyak orang mengira bahwa distorsi persepsi antara satu orang dengan orang lain maupun antara banyak orang lagi, dicari sebab kesalahnnya dari perlikau orangnya, bukannya dari penyebab lingkungannya.
               Proses atribusi ini amat bermanfaat dalam persepsi sosial, karena dengan meneliti sebab-sebab terjadinya suatu perilaku diharapkan persepsi seseorang terhadap orang lain itu sesuai. Sebagai contoh di atas manajer produksi yang berhasil meningkatkan produksi. Kalau sebab-sebab penyebab kenaikan produksi diketahui, setelah dilakukan atribusi yakni karena mesin-mesin baru. Maka penghargaan kepadanya akan berlainan apabila kalau manajer produksi tadi menaikkan produksinya karena atribusi lain misalnya keahlian dan kecakapannya.
               Persepsi dan perilaku itu tergantung akan banyak sebab baik sebab-sebab internal, atribusi personal atau sebab dari luar, atribusi situasi yang terjadi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, pola atribusi sebab-akibat seseorang itu akan banyak mempengaruhi persepsi sosial.
Stereotype
               Stereotype ini dapat diartikan sebagai lanjutan dari proses atribusi di atas. Stereotype adalah suaru proses yang cenderung melihat orang lain sebagai suatu bagain dari suatu kelas atau kategori. Selain itu di dalam stereotype ini terdapat suatu persetujuan umum atas sifat-sifat yang disandang, dan timbulnya suatu perbedaan antara sifat yang disandang dengan sifat-sifat senyatanya.
               Istilah stereotype ini berasal dari kata-kata yang dipergunakan sehari-hari oleh tukang cetak untuk mengeset tipe-tipe huruf yang sudah ada pada batangan-batangan cetakan. Kemudian istilah ini dipinjam oleh Walter Lippman pada tahun 1972, untuk dipergunakan dalam peristilahan persepsi. Patut diketahui dalam stereotype ini adanya suatu kenyataan yang tak dapat diungkiri, yakni suatu atribut yang menyenangkan. Seperti yang dikemukaka oleh ahli-ahli psikologi sosial, bahwa stereotype itu bukanlah penugasan yang sederhana dari sifat-sifat yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ke dalam suatu kelas orang-orang, sebagai suatu fungsi dari apakah pengamat mempunyai sikap yang positif atau negative di dalam mendukung kategori orang-orang tersebut. Hampir sebagian besar stereotype mempunyai keduanya yakni sifat-sifat yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, dan semkain besar prejudis seseorang, maka semakin besar pula kadar sifat keduanya.
               Jika seseorang melakukan stereotype kepada orang lain, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan orang tersebut. Dia hanya mengetahui hal-hal yang bersifat umum dari suatu kategori yang disifatkan kepada orang yang dilihat (perceived). Sebagai contoh orang-orang hitam (negro) itu kasar-kasar, orang kulit putih yang berambut pirang itu periang, orang Batak itu keras dan energik, orang Jawa halus dan sopan, dan lain sebagainya. Namun demikian setiap orang-orang itu adalah unik, sifat-sifat asli dari orang tersebut secara umum akan sangat berbeda dari stereotype yang diterapkan kepadanya.
               Proses stereotype ini amat besar peranannya di dalam mempengaruhi persepsi sosial. Banyak kelompok-kelompok yang pada umumnya telah diberikan stereotype  masing-masing dalam sesuatu organisasi. Di antara kelompok-kelompok itu antara lain: kelompok pimpinan atau manajer, kelompok pengawas, kelompok staf ahli, dan kelompok supir. Di dalam masyarakat terdapat pula kelompok-kelompok stereotype ini, misalnya kelompok pedagang, kelompok pemborong, kelompok wanita, kelompok mahasiswa, kelompok petani, dan lain sebagainya. Masing-masing kelompok ini menyandang sifat-sifat tertentu hasil consensus stereotype ini. Sebagai contoh masyarakat mengenal sifat pedagang itu pembohong, pengawas dalah pencari kesalahan, wanita lemah-halus perasaan dan emosional, insinyur atau staf ahli itu selalu membawa kalkulator, dan lain sebagainya.
               Walaupun pada kebyatannya banyak terdapat perbedaan antara sifat-sifat yang telah disetujui dalam stereotype dengan sifat-sifat senyatanya, tetapi proses semacam itu berlangsung di dalam menimbulkan persepsi sosial. Sehingga proses stereotype ini amat besar pengaruhnya di dalam ilmu perilaku organisasi.
Halo Effect
               Kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan oleh halo effect terhadap persepsi sosial sama halnya dengan yang diperbuat oleh stereotype. Hanya bedanya stereotype melihat seseorang itu berdasarkan atas suatu kategori tunggal dari suatu kelas atau golongan, sedangkan halo effect melihat seseorang berdasarkan atas satu sifat saja.
               Halo effect dipergunakan untuk menilai pelaksanaan kerja seseorang berdasarkan atas salah satu sifat yang diketahui oleh yang menilai. Sifat-sifat itu antara lain karena kerajinannya, kecerdasannya, penampilan, ketergantungan, kerja sama, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Satu sifat yang kebetulan dilihat oleh penilai, dapat menutupi sifat-sifat lainnya. Sebagai contoh dari halo effect ini misalnya, seorang sekretaris wanita yang menarik, dia dilihat atau dinilai oleh atasannya (boss) laki-laki, sebagai seorang yang cerdas, pekerja yang baik dan bertanggung jawab, padahal kenyataannya ia seorang pengetik yang bodoh. Sebaliknya seorang wanita yang pandai dan cemerlag, tetapi ia dilihat oleh atasannya laki-laki hanya sebagai pembanatu, bukannya sebagai orang yang bisa memimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
               Dengan melihat pengertian dan contoh halo effect tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa halo effect mempunyai pengaruh yang besar terhadap persepsi sosial. Suatu hasil penelitian mencatat bahwa ada tiga kondisi yang membuat halo effect terjadi, yakni:
1.      Ketika sifat-sifat yang dilihat tidak jelas Nampak pada ekspresi perilaku,
2.      Ketika sifat-sifat tersebut tidak sering dijumpai oleh penilai,
3.      Ketika sifat-sifat tadi mempunyai implikasi moral.

Daftar Pustaka:
Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi; konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers

4 komentar:

  1. Kak saya mau tanya, apa alasan seseorang yang belum pernah bertemu sudah memiliki persepsi negatif kepada orang tersebut? Lalu bagaimana solusinya agar tidak menimbulkan persepsi negatif yang berlebihan? Mohon penjelasannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut pendapat saya, karena persepsi itu diperoleh dari alat indera baik penglihatan maupun perasaan. Salah satu contohnya ketika ketika melihat seseorang yang berpenampilan tidak rapi, karena dalam memori kita sudah menganggap bahwa seseorang yang berpenampilan tidak rapi maka memiliki karakter yang tidak baik pula. Sehingga hal itulah yang menimbulkan persepsi negatif. Solusi agar persepsi negatif tidak berlebihan adalah dengan selalu berpikir positif kepada siapapun tanpa menjudge siapapun terlebih dahulu dengan melihat orang tersebut dari penampilannya.

      Hapus
  2. Bagus banget kak artikelnya, bisa buat nambah pengetahuan kita dalam melakukan komunikasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih, semoga bermanfaat. Jangan lupa untuk membaca info lainnya untuk menambah pengetahuan.

      Hapus